PROSES PENYERAHAN TEPAK SIRIH SEBAGAI SESERAHAN WAJIB DALAM PERNIKAHAN ADAT MELAYU DI NONGSA BATAM (Perspektif Hukum Islam)

Authors

  • Raja Basyarin Nazari Universitas Hasyim Asy'ari
  • Habibi Al Amin Universitas Hasyim Asy’ari

DOI:

https://doi.org/10.61722/jirs.v2i2.5600

Keywords:

Tepak Sirih, Hukum Islam, 'Urf Fi'li, Pernikahan Adat, Nongsa Batam

Abstract

Abstract. The Tepak Sirih tradition is a mandatory offering in the Malay customary marriage in Nongsa, Batam, viewed from the perspective of Islamic law. Tepak Sirih is an important symbol in Malay customs that is usually presented by the groom's side to the bride's side during the wedding ceremony. This tradition is believed to be a manifestation of respect, politeness, and a serious commitment to building familial relationships. Nevertheless, the indigenous community believes that a marriage without Tepak Sirih does not fulfill the values of tradition, even though it remains valid according to religion and state law. The Tepak Sirih tradition is classified as 'urf fi'li, which means a habitual practice continuously performed by the community and not in conflict with the principles of Islamic law. Therefore, although this tradition is not obligatory according to Islamic law, its implementation is still permitted and appreciated as part of preserving local cultural values.

 

Abstrak. Tradisi Tepak Sirih merupakan seserahan wajib dalam pernikahan adat Melayu di Nongsa, Batam, ditinjau dari perspektif hukum Islam. Tepak Sirih merupakan simbol penting dalam adat Melayu yang biasa diserahkan oleh pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan dalam prosesi pernikahan. Tradisi ini diyakini sebagai wujud penghormatan, sopan santun, serta komitmen serius dalam membangun hubungan kekeluargaan. Meskipun demikian, masyarakat adat menganggap bahwa pernikahan tanpa Tepak Sirih tidak memenuhi nilai-nilai adat, meskipun tetap sah menurut agama dan hukum negara. Tradisi Tepak Sirih digolongkan sebagai ‘urf fi’li, yaitu kebiasaan perbuatan yang dilakukan terus-menerus oleh masyarakat dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Oleh karena itu, meskipun tradisi ini tidak bersifat wajib menurut hukum Islam, pelaksanaannya tetap diperbolehkan dan dihargai sebagai bagian dari pelestarian nilai budaya lokal.

 

References

M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an: Kalung Permata Buat Anak-Anakku (Jakarta: Lentera Hati, 2007),11.

Syifa Mulya Nurani, Relasi Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dalam Perspektif Hukum Islam (Ponorogo: Published Online 2021), 106

Haris Hidayatullah, Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dalam Al-Qur’an (Jombang: UNIPDU, 2019), 144

Sevi Nur Jannah, Peran Ganda Perempuan Sebagai Ibu Rumah Tangga Dan Dukun Urut UIN-Jakarta, 2022, 10

Dwijayanti, Perbedaan Motivasi Ibu Rumah Tangga Yang Bekerja dan Tidak Bekerja , (Surabaya: Universitas Surabaya, 1999), 55.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2008), 484.

https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-dan-fungsi-keluarga/

Dr. Achmad Irwan Hamzani, Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2020), 16.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka 2001), 1266

Muammar, Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dalam Perspektif Al-Qur’an, Artikel, (Pengadilan Agama Palangkaraya: 2020)

Hendro Prabowo, Makna Kerja Baru Bagi Ibu Pekerja Selama Pandemi, 2019, 15

https://quran.nu.or.id/al-baqarah/233

Suryana, Metodelogi Penelitian Model Prakatis Penelitian

Kuantitatif dan Kualitatif, (Universitas pendidikan Indonesia 2010). 58.

Mudjia Raharjo, https://uin malang.ac.id/r/101001/triangulasi-dalam-penelitian-kualitatif.html

Wawancara dengan Ibu Saeti pada 01 Februari 2025

Wawancara dengan Ibu Isna Nurwasilah pada 23 Maret 2025

Wawancara dengan Ibu Nurul pada 30 Januari 2025

Downloads

Published

2025-06-28

Issue

Section

Articles